Good Governance Lewat Pelayanan Publik Digital
Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Prof Amzulian Rifai / Foto: Humpro Kaltara |
“Adalah sebuah cita-cita yang ingin dicapai negara ini, yakni terciptanya ASN (Aparatur Sipil Negara) yang profesional, hingga mewujudkan pelaksanaan roda pemerintahan yang baik (good governance),” kata tokoh asal Lubuk Linggau, Sumatera Selatan itu.
Permasalahan utama dalam penciptaan ASN yang profesional, menurut Prof Rifai, adalah terjadinya perbedaan persepsi dan realita di lapangan. “Di dalam UU (Undang-Undang) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, dijelaskan bahwa ASN yang terbagi dua yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja). Secara persepsi, ASN itu adalah orang yang profesional dan bertugas memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Namun, realitasnya, di sejumlah daerah, belum sesuai. Masih banyak ASN yang lamban dalam melaksanakan tugasnya, bahkan sering melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam proses rekrutmen, promosi, demosi dan mutasi. Belum lagi sarat Pungli (pungutan liar),” urai Prof Rifai.
Hal ini diperparah lagi dengan sikap perilaku sebagian masyarakat Indonesia, yang sering menerapkan budaya menerabas atau melakukan jalan pintas terhadap berbagai hal, rendah entrepreneurship, dan menganggap PNS sebagai status yang luar biasa sehingga siap melakukan apa saja untuk dapat menjadi PNS. “Lima tahun lalu, dari temuan kami, untuk masuk menjadi PNS, sogokannya antara Rp 200 hingga 250 juta per orang,” ungkapnya.
Disebutkannya, tak banyak negara di dunia yang memiliki perhatian besar terhadap pelayanan publik selayaknya Indonesia. Hanya saja, implementasinya yang belum 100 persen. Sehingga, menyebabkan pelayanan publik yang diberikan pemerintah kurang baik. Baik dari tingkat kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, dan daerah.
“Untuk menjadi profesional dalam ranah pemerintahan, adalah menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik atau good governance. Untuk mencapai hal itu, ada tiga hal yang patut dicapai, yakni transparansi, partisipasi dan akuntabilitas,” ucap Prof Rifai.
Secara aplikatif, untuk menerapkan tata kelola kepemerintahan yang baik, menurut Prof Rifai adalah penguasaan dan pemantapan teknologi informasi untuk mempercepat dan memperpendek birokrasi kepemerintahan. “Saat ini semua diarahkan pada pelayanan publik digital. Dan, kami melihat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara telah berupaya merealisasikan pelayanan publik digital tersebut. Kami mengapresiasi hal tersebut, dan kami yakin bakal ada perubahan,” jelas Prof Rifai.
Posting Komentar
Posting Komentar